Senin, 07 Juni 2010

10 Cara Membaca Buku Secara Kreatif

10 Cara Membaca Buku Secara Kreatif
Ahmad Zamhari Hasan

Sampai akhir 2005 (saya lulus pesantren TMI Al-Amien Madura 1994 dan hobi membaca sejak kelas II Marhalah Tsanawiyah/SMP), saya belum tahu mau diapakan hasil bacaan saya, bahkan sampai timbul dalam benak bahwa apa yang saya pelajari ternyata sia-sia belaka. Baru pada awal 2006 timbul kesadaran, mengapa saya tidak melakukan pembacaan kreatif sebagaimana yang dianjurkan teori Resepsi yang menempatkan pembaca sebagai subjek kreator baru dan mendengungkan kematian penulis dalam arti rampungnya sebuah karya tulis berarti penulis tidak bisa melakukan apapun terhadap tulisannya.
Dengan kesadaran ini, saya mulai membaca ulang berbagai macam buku yang pernah saya baca, saya garis bawahi dan membuat kesimpulan. Apa yang saya anggap keliru dari buku, saya kritisi, sehingga muncul pemahaman baru. Hasil bacaan kreatif ini terwujud dalam kumpulan tulisan yang ada di hadapan pembaca. Agar lebih bermanfaat, akan saya berikan pada siapapun yang membutuhkannya.
Dalam membaca buku secara kretaif ada sekitar Sepuluh tahapan yang bisa dilakukan. Masing-masing akan dijelaskan dalam pembahasan berikut secara terperinci, meskipun demikian saya sadari sebagai konsep awal dari penemuan baru saya ini –jika sudah ada yang menemukan sebelumnya, saya tidak merasa berhutang budi karena dalam buku yang pernah dipelajari, dibaca dan dipikirkan belum ditemukan sebelumnya- mungkin jauh dari sempurna, sehingga diharapkan ada penulis lain yang memiliki wawasan, pemikiran, kreasi, imajinasi dan intuisi lebih untuk mengembangkannya sampai menjadi teori baru sebagai Pembacaan Kreatif.
Pertama; Dalam memilih buku bacaan kita harus menemukan yang sesuai dengan apa yang hendak kita kuasai atau pelajari dengan berusaha mencari buku dari sumber pertama atau paling tidak penjelasan seorang penulis handal tentang sumber pertama, contoh; kita ingin menguasai tentang cara menulis cerpen atau fiksi, maka belilah buku tentang hal tersebut misalnya karangan Cermel Bird yang banyak menggugah imajinasi, jika bisa beli buku lain sebagai perbandingan, setelah itu kita praktekkan menulis cerpen agar bacaan bermanfaat tanpa mempedulikan hasilnya baik atau buruk. Jika bisa baca keterangan di belakang buku, daftar isi dan kata pengantar penulis meskipun sekilas agar tidak salah membeli buku.
Kedua; Setelah membeli buku yang cocok dan benar-benar dibutuhkan (usahakan jangan membeli buku yang berupa kumpulan tulisan karena kualitasnya jelek) kita baca kata pengantar dulu, baru daftar isi, dan pendahuluan, hal ini agar kita memperoleh gambaran umum dari buku. Gambaran umum dibutuhkan agar kita lebih yakin dengan apa yang akan dibaca, bila ternyata yang akan dibaca kurang bermanfaat tinggalkan saja, tapi karena kita sudah memilih sesuai tahapan pertama, maka mau tidak mau harus kita lanjutkan bacaan kita. Ada sebagian kecil penulis resensi buku yang berhenti sampai tahap ini dan mulai menulis resensi buku, bisa ditebak hasilnya kurang memuaskan.
Ketiga; kita selesaikan bacaan secara utuh sehingga sketsa yang ada di otak menjadi lebih jelas, jika kumpulan tulisan yang dibukukan (biasanya dengan kualitas rendah, kecuali beberapa kumpulan tulisan Nurkholis Madjid) kita bebas memilih yang mana yang akan dibaca, jika yang dibaca kumpulan cerpen kita juga bebas memilih yang akan dibaca, dan jika buku utuh seperti buku Sastra dan Studi Kultural, maka kita harus membaca secara utuh pula tanpa memilih sub judul yang sesuai dengan kehendak kita sendiri.
Keempat; membaca ulang secara cepat dengan membuat garis bawah atau menandai poin-poin penting yang bisa dibuat kesimpulan, ada yang mampu membaca sambil mengambil garis bawah dengan resiko kadang yang kita garis bawahi ternyata sama, maka lebih baik kita baca ulang dan baru menggaris bawahi agar tidak terjadi pengulangan penggaris bawahan. Proses ini penting agar ketika suatu saat hendak membaca buku yang sama, kita sudah bisa membaca cepat lewat garis bawah yang dibuat.
Kelima; menulis kesimpulan secara acak dalam komputer atau buku tulis. Tulis apa saja yang sudah kita garis bawahi di atas, memang tidak semua yang digaris bawahi akan kita tulis, melainkan memilih poin-poin yang paling penting saja dan berkaitan dengan tema tulisan yang hendak kita buat. Dalam menulis kesimpulan pada tahap ini, biarkan apa yang kita tulis itu apa adanya tanpa melihat keterkaitan antar paragraf atau antar poin-poin penting yang ditulis
Keenam; Baru pada tahap ini kita mengatur tulisan dalam paragraf-paragraf dengan memperhatikan mana yang paragraf utama dan mana yang merupakan paragraf penjelas serta keterkaitan antar paragraf. Artinya kita mengatur ulang paragraf-paragraf yang akan ditulis, bila menggunakan komputer lebih mudah sebab tinggal memindah paragraf, bila menggunakan buku tulis sebaiknya kita tandai dengan pensil mana paragraf utama dan yang mana paragraf penjelas, serta mengkaitkan semua paragraf yang ada.
Ketujuh; Untuk memudahkan tahap keenam kita buat sub judul baru yang berbeda dari buku asli atau mirip juga boleh asal tidak persis sama, sebab ini menandakan pemahaman kita terhadap buku. Dari sub judul yang dibuat, lantas kita atur paragraf dengan memasukkan pada sub-sub judul yang dibuat. Dalam tahap ini kita bisa membuat judul tulisan yang akan kita buat, membuat judul diakhir penulisan lebih bagus karena judul yang dibuat lebih mewakili tulisan, menarik dan sesuai dengan hasil pemahaman kita.
Kedelapan; melakukan telaah kritis pada beberapa kesimpulan yang ada dalam buku hasil bacaan kita, sehingga kita menjadi pembaca yang kreatif. Ingat tidak ada karya tulis yang sempurna, setiap karya tulis pasti ada kekurangan (jangan takut jika tulisan kita dinilai jelek, sebab sebuah penilain itu relatif, jadi teruslah menulis, jika tidak berguna sekarang nanti pasti beguna), lebih berbahaya lagi setiap karya tulis menyimpan misi terselebung yang harus diuangkap agar kita tidak terperangkap. Dinisinilah urgensi pembacaan kreatif ini, ketika kita mampu menemukan kelemahan sebuah buku, bisa mengungkap maksud yang tersembunyi dari sebuah tulisan, dan bisa mengkritisi sebuah buku dengan alasan yang masuk akal, maka kita telah menjadi pembaca yang kreatif meski belum sempurna. Sebaiknya jika hendak menulis Resensi Buku pada tahap ini, hasil resensi buku akan lebih bagus. Jika hendak menulis resensi buku ada beberapa tahap yang ditempuh: a) menulis judul resensi yang menarik dan aktual b) menulis judul buku yang dibaca, penulis, penerjemah (jika terjemahan), penerbit, cetakan keberapa dan tahun terbitnya c) Beberapa kesimpulan yang kita buat, kita buang yang tidak perlu dan memperjelas maksud tulisan d) mengaitkan dengan kondisi yang ada di sekitar kita agar resensi buku nampak aktual e) memberi penilaian terhadap buku, kelemahan dan kelebihan serta kritik kita terhadapnya f) membandingkan dengan buku yung sama (jarang penulis resensi buku melakukan tahap ini, tapi sebaiknya dilakukan karena menunjukkan wawasan kita). Contoh resensi buku, ada dalam tulisan Era Kebangkitan Tuhan.
Kesembilan; beberapa buku yang kita baca (minimal 10 buku) ternyata memiliki keterkaitan, kita bisa menulis buku baru dengan tema baru sesuai kehendak kita. Jadi kita tidak terus menerus menjadi objek dari buku yang kita baca, melainkan bagaimana caranya kita menjadi subjek kreator baru dengan cara menjadi penulis berdasarkan apa yang kita baca. Inilah yang dimaksud dengan teori resepsi yakni menjadikan pembaca sebagai sentral baru dalam kebudayaan manusia masa kini.
Kesepuluh: mengamalkan apa yang dibaca dalam beribadah, mendekatkan diri pada Allah, pekerjaan, karir, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Ilmu yang diamalkan secara ikhlas akan bermanfaat untuk berhasil di Akhirat kelak dan dunia yang sangat pendek ini.

Bumi Allah, 08 Juni 2010

Tulisan Salah Satu Otodidaktor KAO

Manusia Visioner Abad Modern

Ada sebuh ungkpan yang cukup menarik, kalau mau merubah sejarah yang ada maka proses yang dilakukka adalah menempatkann ide sebagai ujung tombak perubahan. Dengan kata lain proses perubahan social ditetentukan dari idea yang bersumber dari imajinasi akal, dan idea itulah yang nantinya akan menentukan jalannya sejarah dimasa depan. Pendapat ini berdasar pada analisis Max weber bahwa idea yang merupaan bagian dari pikiran ala bawah sadar yang akan mengahislkan sesuat, ide yang akan menciptakan atau mewujudka cita-cita seseorang sebab ide bersumber dari kemauan diri manusia. Apa dan bagaimana bentuk kehidupan dimasa akan datang semua tergantung dari keeradaan idea atau kemampan pikiran untuk menggambarannya. Itu menrut weber.
Dengan kata lain ide yang tergambarkan untuk masa depan disebut dengan visi. Visi adalah gambaran atau visualisasi tentang masa depan yang ingin kita raih,sepeti penjealasan sebelumnya. Atau dalam bahasa sederhananya visi juga bisa berarti niat.
Bicara tentang visi ada sebuah kisah menarik tentang 2orang tukang kayu,sebut saja joko dan jiki. Dua-duanya sama – sama berprofesi sebagai tukang kayu. Namun ketika 15 tahun kemudian si JOko sudah memiliki usaha moulding sendiri sementara si Jiki masih hidup dengan kehidupananya sebagai tukang kayu. Apa yang menjadi perbedaan dari mereka berdua. Perbedaannya adalah Si Joko memlik visi dalam pekerjaannya bawa kelak ia akan memilki usaha sendiri dari pekerjaannya sekarang, sementara si Jiki hanya terlalu sibuk dengan pekerjaanya sehingga sampai tidak sempat untuk berimajinasi.
Cerita singkat diatas hanyalah contoh, keinginan atau visi yang berawal dari ide dalam pikiran yang akhirnya merubah nasib seseorang. Si Joko sudah memproyeksikan bahwa dimasa depan ia akan memiliki kehidupan yang jauh lebih baik, dengan mempunyai visi yang matang dan ternyata benar ia memiliki usaha moulding sendiri. Muncul pertanyaan kenapa visi begitu penting? Sebab visi bersumber dari alam bawah sadar kita, dan kita akan berupaya semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan visi kita tersbut. Manusia akan beruusaha mengejar kebahagiaan hidup untuk dirinya sendiri. Alasan lainnya sebab orang besar bukan hanya mereka yang hobinya bermimpi besar seperti kata david j. Schwart tapi juga memiliki visi dalam hidupnya. Itulah manusia yang visioner. Semakin kita memlki visi dalam hidup kita akan memusatkan energy dan pikiran kita untuk mencapainya (endra k. prihadi).
Ada satu kasus menarik lagi, masih menurut studi dari weber karena saya termasuk salah satu pengagum Weber yaitu mengenai tesisnya etos kapitalisme dan semangat Kristen protestan. Menurtnya kapitalisme lahir dari semangat orang-orang protestant yang memilki kemauan untuk berubah secar drastis dan berani melawan pemikiran-pemikiran yang dogmatis.
Dalam kaptalisme terkenal dengan istilah pemkiran yang rasional, keterbukaan dan kemandirian serta kesederhanaan. Hal ini pulalah yang nantinya melahirkan modernisasi dalam segala bidang. Etos protestan menurutnya lahir akibat perlawana bentuk dogmatisme yang dianut dalam katolik. Dalam ajaran protestan ayat bibel boleh ditafsirkan secara bebas bagi si pembacanya, sementara dalam katolik tidak demikian, yang berhak menafsirkan bible hanya meraka yang mempunyai otoritas atau kedudukan tinggi dalam gereja, sehingga pemeluknya hanya menerima mentahnya apa yang disampaikan oleh gereja. Dalam protestan mereka diajarkan pula menanggung semua tanggung jawab secara mandiri,sebab mereka adalah manusia merdeka. Mereka menolak bentuk pemandegan pemikiran yang terjadi pada ajaran katolik yang membekukan kemampuan akal pemeluknya sehingga pemeluknya menjadi kaku, kalau bahasa sekarang menjadi katro, kampungan. Penolakan protestan inilah yang akhirnya menciptaka struktur social yang bertentangan dengan paham katolik gereja pada masa itu.
Mereka kaum protestant mengusung cara berpikiran terbuka dan luas serta bebas dari tekanan siapapun, manusia bebas berfikir mengenai apapun dan bebas untuk bertindak sebab manusia adalah makhluk yang merdeka sejak ia lahir. Pemikiran ini menjadi tersebar luas dan era ini dikenal dengan era Reinessance atau era pencerahan. Mereka mempunyi visi sendiri yaitu menjadi manusia yang bebas dan terbuka, anti terhadap segala dogmatisme pemikiran dan tindakan. Berdasar kasus tersebut Weber menganalogikan kemauan protestan sebagai bentuk dari penanaman ide dari pemeluknya sehingga mereka bisa membuat sejarah baru dalam dunia. Mereka memliki visi atau bentuk tentang bagiamana harusnya dunia ini,itulah the power of vision. Hanya saja visi atau idea mereka masih dalam bentuk kasar,hanya dalam bentuk perlawanan secara pemikiran belum menjadi visi yang terkonsep atau tersusun dalam sebuah rencana jangka panjang.
Itulah pentingnya visi, seperti yang telah dibuktikan oleh kaum Kristen protestan sehnga mereka bisa mengubah situasi pada masa itu. Dalam Islam sebenarnya diajarkan tentangs sebuah visi atau ide (ideology,konsep). Kehadiran Nabi Muhammad membawa sebuah visi dan misi. Misi nabi pada masa itu adalah membebaskan masyarakat dari kekejaman penguasa dan mencipatakan kehidupan masyarakat yang baru yang sesuai dengan ajran Tuhan . sementara visi beliau adalah kejayaan bagi Islam sebagai rahamat bagi alam semesta. Bisa dikata visi beliau adalah visi demi kemashlahatn ummat demi kebaikan bagi sesama manusia, bukan visi untuk memenuhi tujuan pribadi. Itilah visi yang semestinya diajarkan, itulah visi manusia secara social bukan lagi secara personal.
Bagiamaa memetakan visi tersebut agar dapat berjalan? Dalam mencapai visi tersebut perlu dibuat tahaan-tahapan tertulis untuk menapainya. Tahapan tertulis Itulah yag dinamakan dengan konsep. Bicara tentan konsep ada sebuah kisah menarik lagi, kali ini tentang penelitian yang dilakukan salah satu universtas dari Amerika Serikat tentang kehidupan 10 orang, yang memiki latar belakang berbeda. Mereka berasal dari jenjang sekolah yang sama. Ketika 25/30 tahun kemudian, hidup mereka semua tentu berbuah. Menariknya dari 10 orang tersbut hanya 2 atau 3 orang yang menjad pengusaha sukses dan menikmati masa tua dengan harta kekayaan mereka,semnetara sisanya hiudup dengan standar hidup yang pas-pasan. Setelah ditelisik lebih jauh ternyata yang menjadikan 3 orang tersebut berhasil adalah karena mereka memiliki program jangak panjang yang berdasarkan visi mereka masing-masing.
Mereka memiliki visi yang tertulis dalam program-program kehidupan mereka yang tersusun dengan rapi. Maka setelah kejadian ini berhasil diketahui oleh khalayak maka diambil kesimpulan bahwa salah satu factor kemajuan dari seseorang atau sebuah bangsa adalah memiliki visi yang jelas dan program jangka panjang yang terukur untuk mencapai visi tersebut.
Islam pun mengajarkan tentang pentingnya sebeuah konsep atau perencanaan jangka panjang. Dalam al-qur’an dijelaksan tentang lauful mahfudz yaitu buku kehidupan dari Allah swt yang dimana dalam buku tersebut takdir semua makhluk hidup serta jalannya alam semseta ini dijalankan. Itulah kehendak Tuhan yang diproyeksikan dengan penuh ketelitian dan perencanaan yang matang. Tuhan pun melakukan konsepisasi atau pemograman yang teratur dalam menjalankan dan mengatur alam semesta ini. Oleh karena itu sangat aneh jika masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama ( Islam ) tidak menjalankan apa yang dilakkan oleh Tuhan. Padahal Nabi sendiri bersabda,”berkakhlaklah kamu dengan akhlak Tuhan”.

Praktik Lebih Penting dari Teori
Selantnya adalah lakukan pemetaan pemrograman kehidupan seperti diatas. Langkahnya sederhana. Cukup sediakan kertas dan pulpen lalu tuliskan rencana-rencana jangka panjang apa yang ingin dihasilkan. Tuliskan rencana-rencana yang ingin dijalankan ditiap tahunnya dan sampai tahun berikutnya. Jika tidak mau terlalu banyak berfikir cukup buat rencana untuk beberapa bulan kedepan. Yang saya maksudkan disini adalah mebuat rencana untuk jangka waktu 6 bulan kedepan,setelah 6 bulan berlalu buat lagi rencana untuk 6 bulan begitu seterusnya. Perbdaan mencolok antara masyaraat ngara maju dengan masyarakat Negara berkembang adalah masyaraat Negara maju memiliki visi yang jelas serta perencanaan jangka panjang yang terukur rapi.
Saya pernah disindir dengan apa yang saya lakukan yaitu mmebuat konsep untuk rencana jangka panjang saya. Lalu kawan saya berkata, ” ah,itukan Cuma konsep. Paling-paling ga dikerjakan juga atau gagal”. Saya menjawab,” yah itu lebih jadi ketika gagal kita sudah punya gambaran kegiatan apa lagi yang akan kita lakukan,jadinya ga repot”.

Manusia Modern: visioner
Manusia modern adalah manusia yang memiilki kemampuan visioner yang baik. Menurut Jalaludin Rakhmat dalam bukunya Rekayasa Sosial ada beberapa ciri dari manusia modern yaitu:
1. Mobility orientationt
Orang modern memiliki keinginan atau ambisius untuk naik pangkat atau memiliki tingkat hidup dan kekudukan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Pergerakan untuk mencapai status itu disebut dengan mobilitas. Ketika masih menjadi pekerja suruhan ia memiliki keinginan kuat untuk menjadi piminan atau memliki usaha mandiri(ingat certa joko dan jiki)
2. Memiliki rencana jangka panjang
Selian itu mereka juga memiliki recana jangka panjang yang teratur dan terukur. Mereka teliti betul dengn perjalnana hiduo mereka dengan memasang target-target tertentu pada bulan dan tahun-tahun berikutnya.
3. Aktif berpolitik
Mereka juga aktif berpolitik. Mereka ada yang menjadi aktifis atau terjun langsung kedalam stuktur politik, sebab orang modern adalah mereka yang memiliki semangat untuk membuat perubahan dalam skala yang besar, bukan lagi berpikiran dalam lingkup yang sempit dan kecil. Orang yang pasif berpolitik dinamakan apatis(political apatic) dan apatis bertentangan dengan ciri manusia modern.

pengalaman saya menajdi aktifis di organisasi Pelajar Islam Indonesia saya diajarkan betul tentang peran dan pentingnya sebuah visi dan rencana janga panjang. Visi yang tertuang dalam tujuan yang berbunyi kesempurnaan pendidikan, menandakan bahwa diperlukan upaya untuk memperoleh perangkat agar kesempurnaan pendidikan tersebut dapat telaksana. Kesempurnaan pendidikan dantarannya memberikan kemudahan faslitas dalam memperoleh pendidikan, khususnya bagi masyarakat kelas bawah.
Selain itu,dalam organisasi kita akan diajarkan bagiamana mengatur sebuah rencana atau program kegiatan yang lebih bersfiat social,bukan lagi rencana untuk kebutha kita secara pribadi. Itulah tanggung jawab sosia yang semestinya kita dapatkan dan kita hadapi,sebab manusia yang melupakan tanggung jawab sosialnya dia bukanlah manusia, tetapi makhluk lain dan kejam yang memiliki topeng berwujud manusia. Tidak salah memang Aristotels menamakan manusai sebagai zoon politicon, manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu kita perlu membangun sebuah visi namun bukan lagi visi untuk kepentingan pribadi, teapi visi yang disusun secara bersama untuk menjadikan masyarakat atau Negara ini menjadi Negara maju dan tidak lagi dianggap sebelah mata oleh Negara lain,itulah visi social(vision of society) yang harus kita tanamkan kepada generasi sesudah kta. Bukankah juga membanggakan kalau Negara kita menjadi Negara maju???

Baharunsyah Aktivis PII

Sumber :
1. Jalaludin Rakhmat.Rekayasa Sosial,refomasi,revolusi atu manusia besar,Rosdakrya,Bandung: 1999
2. Endra K.Prihadi,My Potency,Elex Media Komputindo,Jakarta: 2004

Mujahadah : Kunci Segala Macam Ilmu

Mujahadah : Kunci Segala Macam Ilmu
Ahmad Zamhari Hasan

Mujahadah artinya kesungguhan atau menggunakan segenap kemampuan dalam memperoleh atau melakukan sesuatu. Secara terminologi berarti upaya sungguh-sungguh yang dilakukan seseorang dengan mengerahkan segala kemampuan (pikiran, perasaan, fisik, hati, dan mental) dalam memperoleh atau melakukan sesuatu.
Dalam Akhir Zaman ini sungguh aneh dan ironi; untuk memperoleh atau belajar suatu bidang ilmu semakin mudah. Tinggal mengakses di internet, lalu mencari di mesin pencari, setelah itu tulis ilmu apa yang hendak dipelajari, maka akan muncul bermacam tulisan yang berhubungan dengan tema tersebut. Bahkan, guna memperoleh buku bacaan atau buku digital yang lebih dikenal dengan ebook dapat dilakukan secara online, ada yang gratis seperti Hadits Web untuk Hadits dan ada pula yang bayar. Secara sistem, kurikulum yang disusun sekolah/pesantren/kampus dibuat untuk memudahkan, sehingga pelajar/mahasiswa kehilangan aspek Mujahadah dalam memperoleh ilmu.
Intinya, ilmu semakin mudah diperoleh, maka semakin tidak barokah, semakin menjauhkan dari Allah, semakin mudah hilang, semakin membuat pemiliknya jauh dari keberhasilan di Akhirat dan Dunia. Loh kok begitu?
Semakin mudah mendapatkan ilmu, maka secara naluriah manusia akan semakin meremehkan dan tidak mengindahkan ilmu. Sebab mereka akan senantiasa berasalan bahwa tinggal mengklik internet ilmu apa saja dapat diperoleh, saat dengar nasihat, mereka berasalan sudah tahu, saat perlu sesuatu, mereka dengan gampang untuk memperoleh. Padahal Imam Bukhari berjalan ratusan sampai ribuan kilo meter untuk mendapatkan atau memverivekasi satu atau beberapa hadits, Nabi Musa menempuh perjalanan cukup jauh untuk bertemu Nabi Khidzir, saat bertemu pun diajak jalan-jalan (mujahadah) untuk memahami hikmah di balik suatu peristiwa, dan Ibnu Hajar belajar 10 tahun tetap tak bisa apa-apa, namun setelah bermujahadah dan introspeksi diri, justru beliau berhasil menjadi Ulama’ besar, bahkan mencetak Ulama’ besar di masanya, para sahabat Nabi Muhammad SAW bermujahadah untuk mendapatkan Iman dan Ilmu selama minimal 13 tahun, sehingga dua Kaisar besar dunia yakni Roma dan Persia takluk di bawah telapak kaki mereka.
Di samping itu, lihatlah kenyataan sekeliling kita; dekadensi moral semakin parah, gurita korupsi tak pernah kunjung mati, kehidupan sosial budaya masyarakat semakin rusak, musibah datang silih berganti, kerusuhan sirna di suatu tempat dan muncul di tempat lainnya, tawuran mahasiswa dan pelajar menjadi hal lumrah, krisis ekonomi tak kunjung benar-benar selesai dan manusia berlomba-lomba mengejar keberhasilan dunia dengan melupakan akhirat. Seharusnya, semakin mudah dalam belajar atau mendapatkan ilmu, maka kehidupan masyarakat semakin baik. Sebab ilmu adalah solusi dan kunci segala bentuk problematika yang dihadapi manusia.
Melihat realitas ini, maka sudah saatnya keluar dari era “kemudahan-kemudahan” yang ditawarkan Akhir Zaman , menggantinya dengan Mujahadah. Apa maksudnya?
Pertama; saat menghadapi kesulitan-kesulitan dalam belajar, maka secara otomatis seseorang mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki, inilah “pintu” masuk untuk mengimplementasikan Mujahadah dalam kenyataan.
Kedua; jangan menggantungkan diri dengan kitab, buku, ebook dan literatur dalam memperoleh atau mengamalkan ilmu, sebab hakikatnya kenyataan hidup, problematika yang dihadapi, semesta, pengalaman dan rutinitas keseharian adalah cara paling efektif guna mendapatkan ilmu yang bermanfaat dalam kehidupan. Kitab, buku, ebook dan literatur hanya sejumlah teori yang baru dapat bermanfaat setelah dipahami, dimengerti, dan diamalkan secara ikhlas.
Ketiga; Saat mempelajari kitab, buku, ebook dan literatur harus dilakukan dengan cara membaca yang benar. Saya mencantumkan 10 Cara membaca secara kreatif (Lihat tulisan di bawah ini), pelajari dan praktikkan.
Keempat; jangan mengantungkan diri pada guru atau sekolah/pesantren untuk berhasil menguasai suatu bidang ilmu, sebab guru hanya fasilitator ilmu, sedang sekolah atau pesantren hanya membantu seseorang untuk berhasil. Kemauan dalam diri untuk belajar seumur hidup supaya berhasil adalah kuncinya.
Kelima; dalam bermujahadah, manfaatkan otak untuk memahami, manfaatkan hati untuk menyelami, manfaatkan perasaan dan fisik untuk mengalami, dan manfaatkan mental tahan banting guna meraih keberhasilan.
Keenam; ingatlah bahwa ilmu yang dipelajari harus dapat mendekatkan diri pada Allah, bermanfaat bagi diri dan orang lain, memperkuat fondasi keimanan yang dimiliki, dan diamalkan secara ikhlas karena Allah.
Ketujuh; Iman dan Ilmu harus diperoleh dan dilakukan dengan Mujahadah. Iman diperoleh dengan cara I’tikaf di masjid-masjid selama 1 hari untuk pelajar/mahasiswa, 3 hari setiap bulan (supaya Iman senantiasa dapat diperbaharui dan melekat dalam diri), 40 hari setiap tahun yang dapat mewarnai 325 hari lainnya, dan 4 bulan yang dapat mewarnai kehidupan di dunia, baik 50 tahun, 60 tahun, 70 tahun atau 100 tahun. Sedang ilmu dituntut sesuai enam tahap di atas.


10 Cara Membaca Buku Secara Kreatif
Ahmad Zamhari Hasan

Sampai akhir 2005 (saya lulus pesantren TMI Al-Amien Madura 1994 dan hobi membaca sejak kelas II Marhalah Tsanawiyah/SMP), saya belum tahu mau diapakan hasil bacaan saya, bahkan sampai timbul dalam benak bahwa apa yang saya pelajari ternyata sia-sia belaka. Baru pada awal 2006 timbul kesadaran, mengapa saya tidak melakukan pembacaan kreatif sebagaimana yang dianjurkan teori Resepsi yang menempatkan pembaca sebagai subjek kreator baru dan mendengungkan kematian penulis dalam arti rampungnya sebuah karya tulis berarti penulis tidak bisa melakukan apapun terhadap tulisannya.
Dengan kesadaran ini, saya mulai membaca ulang berbagai macam buku yang pernah saya baca, saya garis bawahi dan membuat kesimpulan. Apa yang saya anggap keliru dari buku, saya kritisi, sehingga muncul pemahaman baru. Hasil bacaan kreatif ini terwujud dalam kumpulan tulisan yang ada di hadapan pembaca. Agar lebih bermanfaat, akan saya berikan pada siapapun yang membutuhkannya.
Dalam membaca buku secara kretaif ada sekitar Sepuluh tahapan yang bisa dilakukan. Masing-masing akan dijelaskan dalam pembahasan berikut secara terperinci, meskipun demikian saya sadari sebagai konsep awal dari penemuan baru saya ini –jika sudah ada yang menemukan sebelumnya, saya tidak merasa berhutang budi karena dalam buku yang pernah dipelajari, dibaca dan dipikirkan belum ditemukan sebelumnya- mungkin jauh dari sempurna, sehingga diharapkan ada penulis lain yang memiliki wawasan, pemikiran, kreasi, imajinasi dan intuisi lebih untuk mengembangkannya sampai menjadi teori baru sebagai Pembacaan Kreatif.
Pertama; Dalam memilih buku bacaan kita harus menemukan yang sesuai dengan apa yang hendak kita kuasai atau pelajari dengan berusaha mencari buku dari sumber pertama atau paling tidak penjelasan seorang penulis handal tentang sumber pertama, contoh; kita ingin menguasai tentang cara menulis cerpen atau fiksi, maka belilah buku tentang hal tersebut misalnya karangan Cermel Bird yang banyak menggugah imajinasi, jika bisa beli buku lain sebagai perbandingan, setelah itu kita praktekkan menulis cerpen agar bacaan bermanfaat tanpa mempedulikan hasilnya baik atau buruk. Jika bisa baca keterangan di belakang buku, daftar isi dan kata pengantar penulis meskipun sekilas agar tidak salah membeli buku.
Kedua; Setelah membeli buku yang cocok dan benar-benar dibutuhkan (usahakan jangan membeli buku yang berupa kumpulan tulisan karena kualitasnya jelek) kita baca kata pengantar dulu, baru daftar isi, dan pendahuluan, hal ini agar kita memperoleh gambaran umum dari buku. Gambaran umum dibutuhkan agar kita lebih yakin dengan apa yang akan dibaca, bila ternyata yang akan dibaca kurang bermanfaat tinggalkan saja, tapi karena kita sudah memilih sesuai tahapan pertama, maka mau tidak mau harus kita lanjutkan bacaan kita. Ada sebagian kecil penulis resensi buku yang berhenti sampai tahap ini dan mulai menulis resensi buku, bisa ditebak hasilnya kurang memuaskan.
Ketiga; kita selesaikan bacaan secara utuh sehingga sketsa yang ada di otak menjadi lebih jelas, jika kumpulan tulisan yang dibukukan (biasanya dengan kualitas rendah, kecuali beberapa kumpulan tulisan Nurkholis Madjid) kita bebas memilih yang mana yang akan dibaca, jika yang dibaca kumpulan cerpen kita juga bebas memilih yang akan dibaca, dan jika buku utuh seperti buku Sastra dan Studi Kultural, maka kita harus membaca secara utuh pula tanpa memilih sub judul yang sesuai dengan kehendak kita sendiri.
Keempat; membaca ulang secara cepat dengan membuat garis bawah atau menandai poin-poin penting yang bisa dibuat kesimpulan, ada yang mampu membaca sambil mengambil garis bawah dengan resiko kadang yang kita garis bawahi ternyata sama, maka lebih baik kita baca ulang dan baru menggaris bawahi agar tidak terjadi pengulangan penggaris bawahan. Proses ini penting agar ketika suatu saat hendak membaca buku yang sama, kita sudah bisa membaca cepat lewat garis bawah yang dibuat.
Kelima; menulis kesimpulan secara acak dalam komputer atau buku tulis. Tulis apa saja yang sudah kita garis bawahi di atas, memang tidak semua yang digaris bawahi akan kita tulis, melainkan memilih poin-poin yang paling penting saja dan berkaitan dengan tema tulisan yang hendak kita buat. Dalam menulis kesimpulan pada tahap ini, biarkan apa yang kita tulis itu apa adanya tanpa melihat keterkaitan antar paragraf atau antar poin-poin penting yang ditulis
Keenam; Baru pada tahap ini kita mengatur tulisan dalam paragraf-paragraf dengan memperhatikan mana yang paragraf utama dan mana yang merupakan paragraf penjelas serta keterkaitan antar paragraf. Artinya kita mengatur ulang paragraf-paragraf yang akan ditulis, bila menggunakan komputer lebih mudah sebab tinggal memindah paragraf, bila menggunakan buku tulis sebaiknya kita tandai dengan pensil mana paragraf utama dan yang mana paragraf penjelas, serta mengkaitkan semua paragraf yang ada.
Ketujuh; Untuk memudahkan tahap keenam kita buat sub judul baru yang berbeda dari buku asli atau mirip juga boleh asal tidak persis sama, sebab ini menandakan pemahaman kita terhadap buku. Dari sub judul yang dibuat, lantas kita atur paragraf dengan memasukkan pada sub-sub judul yang dibuat. Dalam tahap ini kita bisa membuat judul tulisan yang akan kita buat, membuat judul diakhir penulisan lebih bagus karena judul yang dibuat lebih mewakili tulisan, menarik dan sesuai dengan hasil pemahaman kita.
Kedelapan; melakukan telaah kritis pada beberapa kesimpulan yang ada dalam buku hasil bacaan kita, sehingga kita menjadi pembaca yang kreatif. Ingat tidak ada karya tulis yang sempurna, setiap karya tulis pasti ada kekurangan (jangan takut jika tulisan kita dinilai jelek, sebab sebuah penilain itu relatif, jadi teruslah menulis, jika tidak berguna sekarang nanti pasti beguna), lebih berbahaya lagi setiap karya tulis menyimpan misi terselebung yang harus diuangkap agar kita tidak terperangkap. Dinisinilah urgensi pembacaan kreatif ini, ketika kita mampu menemukan kelemahan sebuah buku, bisa mengungkap maksud yang tersembunyi dari sebuah tulisan, dan bisa mengkritisi sebuah buku dengan alasan yang masuk akal, maka kita telah menjadi pembaca yang kreatif meski belum sempurna. Sebaiknya jika hendak menulis Resensi Buku pada tahap ini, hasil resensi buku akan lebih bagus. Jika hendak menulis resensi buku ada beberapa tahap yang ditempuh: a) menulis judul resensi yang menarik dan aktual b) menulis judul buku yang dibaca, penulis, penerjemah (jika terjemahan), penerbit, cetakan keberapa dan tahun terbitnya c) Beberapa kesimpulan yang kita buat, kita buang yang tidak perlu dan memperjelas maksud tulisan d) mengaitkan dengan kondisi yang ada di sekitar kita agar resensi buku nampak aktual e) memberi penilaian terhadap buku, kelemahan dan kelebihan serta kritik kita terhadapnya f) membandingkan dengan buku yung sama (jarang penulis resensi buku melakukan tahap ini, tapi sebaiknya dilakukan karena menunjukkan wawasan kita). Contoh resensi buku, ada dalam tulisan Era Kebangkitan Tuhan.
Kesembilan; beberapa buku yang kita baca (minimal 10 buku) ternyata memiliki keterkaitan, kita bisa menulis buku baru dengan tema baru sesuai kehendak kita. Jadi kita tidak terus menerus menjadi objek dari buku yang kita baca, melainkan bagaimana caranya kita menjadi subjek kreator baru dengan cara menjadi penulis berdasarkan apa yang kita baca. Inilah yang dimaksud dengan teori resepsi yakni menjadikan pembaca sebagai sentral baru dalam kebudayaan manusia masa kini.
Kesepuluh: mengamalkan apa yang dibaca dalam beribadah, mendekatkan diri pada Allah, pekerjaan, karir, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Ilmu yang diamalkan secara ikhlas akan bermanfaat untuk berhasil di Akhirat kelak dan dunia yang sangat pendek ini.

Bumi Allah, 08 Juni 2010