Senin, 07 Juni 2010

Mujahadah : Kunci Segala Macam Ilmu

Mujahadah : Kunci Segala Macam Ilmu
Ahmad Zamhari Hasan

Mujahadah artinya kesungguhan atau menggunakan segenap kemampuan dalam memperoleh atau melakukan sesuatu. Secara terminologi berarti upaya sungguh-sungguh yang dilakukan seseorang dengan mengerahkan segala kemampuan (pikiran, perasaan, fisik, hati, dan mental) dalam memperoleh atau melakukan sesuatu.
Dalam Akhir Zaman ini sungguh aneh dan ironi; untuk memperoleh atau belajar suatu bidang ilmu semakin mudah. Tinggal mengakses di internet, lalu mencari di mesin pencari, setelah itu tulis ilmu apa yang hendak dipelajari, maka akan muncul bermacam tulisan yang berhubungan dengan tema tersebut. Bahkan, guna memperoleh buku bacaan atau buku digital yang lebih dikenal dengan ebook dapat dilakukan secara online, ada yang gratis seperti Hadits Web untuk Hadits dan ada pula yang bayar. Secara sistem, kurikulum yang disusun sekolah/pesantren/kampus dibuat untuk memudahkan, sehingga pelajar/mahasiswa kehilangan aspek Mujahadah dalam memperoleh ilmu.
Intinya, ilmu semakin mudah diperoleh, maka semakin tidak barokah, semakin menjauhkan dari Allah, semakin mudah hilang, semakin membuat pemiliknya jauh dari keberhasilan di Akhirat dan Dunia. Loh kok begitu?
Semakin mudah mendapatkan ilmu, maka secara naluriah manusia akan semakin meremehkan dan tidak mengindahkan ilmu. Sebab mereka akan senantiasa berasalan bahwa tinggal mengklik internet ilmu apa saja dapat diperoleh, saat dengar nasihat, mereka berasalan sudah tahu, saat perlu sesuatu, mereka dengan gampang untuk memperoleh. Padahal Imam Bukhari berjalan ratusan sampai ribuan kilo meter untuk mendapatkan atau memverivekasi satu atau beberapa hadits, Nabi Musa menempuh perjalanan cukup jauh untuk bertemu Nabi Khidzir, saat bertemu pun diajak jalan-jalan (mujahadah) untuk memahami hikmah di balik suatu peristiwa, dan Ibnu Hajar belajar 10 tahun tetap tak bisa apa-apa, namun setelah bermujahadah dan introspeksi diri, justru beliau berhasil menjadi Ulama’ besar, bahkan mencetak Ulama’ besar di masanya, para sahabat Nabi Muhammad SAW bermujahadah untuk mendapatkan Iman dan Ilmu selama minimal 13 tahun, sehingga dua Kaisar besar dunia yakni Roma dan Persia takluk di bawah telapak kaki mereka.
Di samping itu, lihatlah kenyataan sekeliling kita; dekadensi moral semakin parah, gurita korupsi tak pernah kunjung mati, kehidupan sosial budaya masyarakat semakin rusak, musibah datang silih berganti, kerusuhan sirna di suatu tempat dan muncul di tempat lainnya, tawuran mahasiswa dan pelajar menjadi hal lumrah, krisis ekonomi tak kunjung benar-benar selesai dan manusia berlomba-lomba mengejar keberhasilan dunia dengan melupakan akhirat. Seharusnya, semakin mudah dalam belajar atau mendapatkan ilmu, maka kehidupan masyarakat semakin baik. Sebab ilmu adalah solusi dan kunci segala bentuk problematika yang dihadapi manusia.
Melihat realitas ini, maka sudah saatnya keluar dari era “kemudahan-kemudahan” yang ditawarkan Akhir Zaman , menggantinya dengan Mujahadah. Apa maksudnya?
Pertama; saat menghadapi kesulitan-kesulitan dalam belajar, maka secara otomatis seseorang mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki, inilah “pintu” masuk untuk mengimplementasikan Mujahadah dalam kenyataan.
Kedua; jangan menggantungkan diri dengan kitab, buku, ebook dan literatur dalam memperoleh atau mengamalkan ilmu, sebab hakikatnya kenyataan hidup, problematika yang dihadapi, semesta, pengalaman dan rutinitas keseharian adalah cara paling efektif guna mendapatkan ilmu yang bermanfaat dalam kehidupan. Kitab, buku, ebook dan literatur hanya sejumlah teori yang baru dapat bermanfaat setelah dipahami, dimengerti, dan diamalkan secara ikhlas.
Ketiga; Saat mempelajari kitab, buku, ebook dan literatur harus dilakukan dengan cara membaca yang benar. Saya mencantumkan 10 Cara membaca secara kreatif (Lihat tulisan di bawah ini), pelajari dan praktikkan.
Keempat; jangan mengantungkan diri pada guru atau sekolah/pesantren untuk berhasil menguasai suatu bidang ilmu, sebab guru hanya fasilitator ilmu, sedang sekolah atau pesantren hanya membantu seseorang untuk berhasil. Kemauan dalam diri untuk belajar seumur hidup supaya berhasil adalah kuncinya.
Kelima; dalam bermujahadah, manfaatkan otak untuk memahami, manfaatkan hati untuk menyelami, manfaatkan perasaan dan fisik untuk mengalami, dan manfaatkan mental tahan banting guna meraih keberhasilan.
Keenam; ingatlah bahwa ilmu yang dipelajari harus dapat mendekatkan diri pada Allah, bermanfaat bagi diri dan orang lain, memperkuat fondasi keimanan yang dimiliki, dan diamalkan secara ikhlas karena Allah.
Ketujuh; Iman dan Ilmu harus diperoleh dan dilakukan dengan Mujahadah. Iman diperoleh dengan cara I’tikaf di masjid-masjid selama 1 hari untuk pelajar/mahasiswa, 3 hari setiap bulan (supaya Iman senantiasa dapat diperbaharui dan melekat dalam diri), 40 hari setiap tahun yang dapat mewarnai 325 hari lainnya, dan 4 bulan yang dapat mewarnai kehidupan di dunia, baik 50 tahun, 60 tahun, 70 tahun atau 100 tahun. Sedang ilmu dituntut sesuai enam tahap di atas.


10 Cara Membaca Buku Secara Kreatif
Ahmad Zamhari Hasan

Sampai akhir 2005 (saya lulus pesantren TMI Al-Amien Madura 1994 dan hobi membaca sejak kelas II Marhalah Tsanawiyah/SMP), saya belum tahu mau diapakan hasil bacaan saya, bahkan sampai timbul dalam benak bahwa apa yang saya pelajari ternyata sia-sia belaka. Baru pada awal 2006 timbul kesadaran, mengapa saya tidak melakukan pembacaan kreatif sebagaimana yang dianjurkan teori Resepsi yang menempatkan pembaca sebagai subjek kreator baru dan mendengungkan kematian penulis dalam arti rampungnya sebuah karya tulis berarti penulis tidak bisa melakukan apapun terhadap tulisannya.
Dengan kesadaran ini, saya mulai membaca ulang berbagai macam buku yang pernah saya baca, saya garis bawahi dan membuat kesimpulan. Apa yang saya anggap keliru dari buku, saya kritisi, sehingga muncul pemahaman baru. Hasil bacaan kreatif ini terwujud dalam kumpulan tulisan yang ada di hadapan pembaca. Agar lebih bermanfaat, akan saya berikan pada siapapun yang membutuhkannya.
Dalam membaca buku secara kretaif ada sekitar Sepuluh tahapan yang bisa dilakukan. Masing-masing akan dijelaskan dalam pembahasan berikut secara terperinci, meskipun demikian saya sadari sebagai konsep awal dari penemuan baru saya ini –jika sudah ada yang menemukan sebelumnya, saya tidak merasa berhutang budi karena dalam buku yang pernah dipelajari, dibaca dan dipikirkan belum ditemukan sebelumnya- mungkin jauh dari sempurna, sehingga diharapkan ada penulis lain yang memiliki wawasan, pemikiran, kreasi, imajinasi dan intuisi lebih untuk mengembangkannya sampai menjadi teori baru sebagai Pembacaan Kreatif.
Pertama; Dalam memilih buku bacaan kita harus menemukan yang sesuai dengan apa yang hendak kita kuasai atau pelajari dengan berusaha mencari buku dari sumber pertama atau paling tidak penjelasan seorang penulis handal tentang sumber pertama, contoh; kita ingin menguasai tentang cara menulis cerpen atau fiksi, maka belilah buku tentang hal tersebut misalnya karangan Cermel Bird yang banyak menggugah imajinasi, jika bisa beli buku lain sebagai perbandingan, setelah itu kita praktekkan menulis cerpen agar bacaan bermanfaat tanpa mempedulikan hasilnya baik atau buruk. Jika bisa baca keterangan di belakang buku, daftar isi dan kata pengantar penulis meskipun sekilas agar tidak salah membeli buku.
Kedua; Setelah membeli buku yang cocok dan benar-benar dibutuhkan (usahakan jangan membeli buku yang berupa kumpulan tulisan karena kualitasnya jelek) kita baca kata pengantar dulu, baru daftar isi, dan pendahuluan, hal ini agar kita memperoleh gambaran umum dari buku. Gambaran umum dibutuhkan agar kita lebih yakin dengan apa yang akan dibaca, bila ternyata yang akan dibaca kurang bermanfaat tinggalkan saja, tapi karena kita sudah memilih sesuai tahapan pertama, maka mau tidak mau harus kita lanjutkan bacaan kita. Ada sebagian kecil penulis resensi buku yang berhenti sampai tahap ini dan mulai menulis resensi buku, bisa ditebak hasilnya kurang memuaskan.
Ketiga; kita selesaikan bacaan secara utuh sehingga sketsa yang ada di otak menjadi lebih jelas, jika kumpulan tulisan yang dibukukan (biasanya dengan kualitas rendah, kecuali beberapa kumpulan tulisan Nurkholis Madjid) kita bebas memilih yang mana yang akan dibaca, jika yang dibaca kumpulan cerpen kita juga bebas memilih yang akan dibaca, dan jika buku utuh seperti buku Sastra dan Studi Kultural, maka kita harus membaca secara utuh pula tanpa memilih sub judul yang sesuai dengan kehendak kita sendiri.
Keempat; membaca ulang secara cepat dengan membuat garis bawah atau menandai poin-poin penting yang bisa dibuat kesimpulan, ada yang mampu membaca sambil mengambil garis bawah dengan resiko kadang yang kita garis bawahi ternyata sama, maka lebih baik kita baca ulang dan baru menggaris bawahi agar tidak terjadi pengulangan penggaris bawahan. Proses ini penting agar ketika suatu saat hendak membaca buku yang sama, kita sudah bisa membaca cepat lewat garis bawah yang dibuat.
Kelima; menulis kesimpulan secara acak dalam komputer atau buku tulis. Tulis apa saja yang sudah kita garis bawahi di atas, memang tidak semua yang digaris bawahi akan kita tulis, melainkan memilih poin-poin yang paling penting saja dan berkaitan dengan tema tulisan yang hendak kita buat. Dalam menulis kesimpulan pada tahap ini, biarkan apa yang kita tulis itu apa adanya tanpa melihat keterkaitan antar paragraf atau antar poin-poin penting yang ditulis
Keenam; Baru pada tahap ini kita mengatur tulisan dalam paragraf-paragraf dengan memperhatikan mana yang paragraf utama dan mana yang merupakan paragraf penjelas serta keterkaitan antar paragraf. Artinya kita mengatur ulang paragraf-paragraf yang akan ditulis, bila menggunakan komputer lebih mudah sebab tinggal memindah paragraf, bila menggunakan buku tulis sebaiknya kita tandai dengan pensil mana paragraf utama dan yang mana paragraf penjelas, serta mengkaitkan semua paragraf yang ada.
Ketujuh; Untuk memudahkan tahap keenam kita buat sub judul baru yang berbeda dari buku asli atau mirip juga boleh asal tidak persis sama, sebab ini menandakan pemahaman kita terhadap buku. Dari sub judul yang dibuat, lantas kita atur paragraf dengan memasukkan pada sub-sub judul yang dibuat. Dalam tahap ini kita bisa membuat judul tulisan yang akan kita buat, membuat judul diakhir penulisan lebih bagus karena judul yang dibuat lebih mewakili tulisan, menarik dan sesuai dengan hasil pemahaman kita.
Kedelapan; melakukan telaah kritis pada beberapa kesimpulan yang ada dalam buku hasil bacaan kita, sehingga kita menjadi pembaca yang kreatif. Ingat tidak ada karya tulis yang sempurna, setiap karya tulis pasti ada kekurangan (jangan takut jika tulisan kita dinilai jelek, sebab sebuah penilain itu relatif, jadi teruslah menulis, jika tidak berguna sekarang nanti pasti beguna), lebih berbahaya lagi setiap karya tulis menyimpan misi terselebung yang harus diuangkap agar kita tidak terperangkap. Dinisinilah urgensi pembacaan kreatif ini, ketika kita mampu menemukan kelemahan sebuah buku, bisa mengungkap maksud yang tersembunyi dari sebuah tulisan, dan bisa mengkritisi sebuah buku dengan alasan yang masuk akal, maka kita telah menjadi pembaca yang kreatif meski belum sempurna. Sebaiknya jika hendak menulis Resensi Buku pada tahap ini, hasil resensi buku akan lebih bagus. Jika hendak menulis resensi buku ada beberapa tahap yang ditempuh: a) menulis judul resensi yang menarik dan aktual b) menulis judul buku yang dibaca, penulis, penerjemah (jika terjemahan), penerbit, cetakan keberapa dan tahun terbitnya c) Beberapa kesimpulan yang kita buat, kita buang yang tidak perlu dan memperjelas maksud tulisan d) mengaitkan dengan kondisi yang ada di sekitar kita agar resensi buku nampak aktual e) memberi penilaian terhadap buku, kelemahan dan kelebihan serta kritik kita terhadapnya f) membandingkan dengan buku yung sama (jarang penulis resensi buku melakukan tahap ini, tapi sebaiknya dilakukan karena menunjukkan wawasan kita). Contoh resensi buku, ada dalam tulisan Era Kebangkitan Tuhan.
Kesembilan; beberapa buku yang kita baca (minimal 10 buku) ternyata memiliki keterkaitan, kita bisa menulis buku baru dengan tema baru sesuai kehendak kita. Jadi kita tidak terus menerus menjadi objek dari buku yang kita baca, melainkan bagaimana caranya kita menjadi subjek kreator baru dengan cara menjadi penulis berdasarkan apa yang kita baca. Inilah yang dimaksud dengan teori resepsi yakni menjadikan pembaca sebagai sentral baru dalam kebudayaan manusia masa kini.
Kesepuluh: mengamalkan apa yang dibaca dalam beribadah, mendekatkan diri pada Allah, pekerjaan, karir, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Ilmu yang diamalkan secara ikhlas akan bermanfaat untuk berhasil di Akhirat kelak dan dunia yang sangat pendek ini.

Bumi Allah, 08 Juni 2010